Suara Pembaharu ideas 2018

Jakarta, Suarapembaharu.com - Ketua Presidium Jaringan Islam Nusantara (JIN), Razikin Juraid menegaskan, keputusan Mendagri Tjahjo Kumolo menunjuk dua Jenderal Polri sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, tidak dapat diterima oleh akal sehat ditengah upaya penguatan konsolidasi demokrasi.



"Keinginan itu juga membawa Bangsa ini mengalami kemunduran secara politik," ujar Razikin melalui keterangannya, Sabtu (27/1/2018). Menurut Razikin, penunjukkan pati Polri tersebut perlu dilihat secara lebih jauh serta kepentingan politik di balik penunjukkan itu.

HM. Prasetyo: Kejaksaan Agung Kedepankan Independensi Polri Minta Keterangan Ahli Terkait Pj Gubernur dari Pati Polri Aktif Bobby Rizaldi Sayangkan Mendagri Terkait Pati Polri Jadi Pejabat Gubernur, Ketua DPR Enggan Kritisi Mendagri Soal Penjabat Pati Polri.

"Saya melihat di satu sisi Tjahjo Kumolo sedang berupaya keras untuk dapat memenangkan Calon Gunernur yang diusuang PDIP di Jawa Barat dan Sumatera Utara, dan pada sisi yang lain Tjahyo Kumolo dilanda kecemasan akan mengalami kekalahan bagi pasangan TB Hasanudin-Anton Charliyan di Jawa Barat dan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus di Sumatera Utara. Dalam keadaan cemas seperti itu, Tjahjo Kumolo akhirnya bertindak sembrono," jelasnya.

Jika Presiden mengesahkan usulan Mendagri Tjahjo ini, akan dapat berakibat fatal dikarenakan. Pertama, penunjukkan Pati Polri sebagai Plt Gubernur tidak memiliki dasar aturan. UU Polri Nomor 2/2002 di dalam Pasal 28 Ayat 1 jelas menyebutkan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Selanjutnya Pasal 28 Ayat 3 UU Polri Nomor 2/2002 disebutkan bahwa Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga netralitas Polri serta dapat bertanggungjawab menjaga keamanan.

Kedua, Penujukkan Pati Polri sebagai Plt Gubernur dapat membuat ketersinggungan bagi institusi TNI, dengan berakhirnya Dwi fungsi ABRI, Indonesia sudah berkomitmen TNI-Polri kita jauhkan dari Politik, jika sekarang Polri ditarik masuk atau di goda lagi untuk masuk ke gelanggang Politik praktis, saya berkeyakinan dapat membuat TNI tersinggung yang berakibat fatal bagi kehidupan berbangsa.

Ketiga, alasan kerawanan, argumentasi itu merupakan penghinaan terhadap bangsa ini, seolah-olah Pilkada yang akan kita laksanakan nanti merupakan ajang pertumpahan darah, seolah masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak beradab. Padahal Indonesia telah melaksanakan ratusan Pemilu secara damai, Pilkada 2017 tidak ada konflik, aman-aman saja, apalagi pertumpahan darah. Sekali lagi Tjahyo membuat alasan mengada-ngada.

Ketiga, alasan terbatasnya pejabat eleson I di Kemendagri sangat tidak beralasan, karena masih ada Sekretaris Daerah di Jabar dan Sumut, sementara alasan ASN yang tidak dapat bersikap netral, lagi-lagi sangat tidak punya dasar.

"Dalam konteks itu, saya melihat bahwa Tjahyo Kumolo sedang mendesain struktur yang sistematis untuk memenangkan calon yang usungan PDIP, dan dengan skenario  itu dapat membuka peluang terjadinya kejatahan pemilukada dan bisa saja menciptakan konflik horizontal," pungkasnya. (**/yb)

Post a Comment

Suara Pembaharu

{picture#https://lh3.googleusercontent.com/-KxCpQnd7tqI/AAAAAAAAAAI/AAAAAAAAAJk/t239p-tSaZY/s120-c/photo.jpg} Media Online, Suara Pembaharu. Menyajikan Informasi Aktual & Terpercaya. {facebook#http://facebook.com} {twitter#http://twitter.com} {google#http://google.com} {youtube#http://youtube.com} {instagram#http://instagram.com}
Powered by Blogger.