SUARA PEMBAHARU – Rumah Sakit (RS) Siloam nampaknya tidak beritikad
baik terhadap pelayanan konsumen. Pasalnya Pasien 2103 atas nama Ny Fita
Paputungan yang dirawat sejak tanggal 11 Mei hingga 16 Mei 2015,
mengeluhkan pelayanan buruk pihak Siloam selama di dirawat, bahkan anaknya yang
lahir 12 Mei kemarin sampai mengalami infeksi tali pusar.
“Kami telah menyurat ke RS Siloam
untuk meminta penjelasan/klarifikasi dan sudah 4 hari tidak juga ditanggapi,
padahal menurut UU konsumen itu hak konsumen dan kewajiban pemberi layanan
untuk memberi jawaban, akhirnya saya pun putuskan untuk melakukan langkah
melaporkan masalah ini ke BPJS, Ombudsmen Sulut, Dinas Kesehatan Kota Manado,
DPRD Kota Manado, dan seterusnya, serta menyiapkan pengacara untuk
langkah-langkah hukum,”ucap Ton.
Berikut ini lampirkan surat
klaifikasi kepada RS Siloam Manado oleh keluarga, yang belum ditanggapi hingga kini (Selasa,
26 Mei 2015) :
Manado, 22 Mei 2014
Kepada Yth.
Pimpinan RS
Siloam Manado
Dengan hormat, semoga bimbingan Tuhan YME selalu menyertai
kita, amien.
Sebelumnya perkenalkan, saya adalah
orang tua Aditya Jidan Alfarezqi, bayi yang lahir di RS Siloam Manado, pada
Selasa, 12 Mei 2015 yang lalu, suami dari Ny. Fita Alfiany Paputungan, pasien
BPJS yang melahirkan dan dirawat di kamar 2103, sejak tanggal 11 Mei hingga 16
Mei 2015. Adapun maksud surat ini saya sampaikan untuk meminta penjelasan dan
klarifikasi atas kejanggalan serta ketidaknyamanan yang kami alami selama Istri
dan Bayi kami dirawat di RS Siloam. Karenanya kami sampaikan kronologi sebagai
berikut:
1. Bayi kami
lahir dengan operasi sesar pada Selasa, 12 mei 2015 pukul 14.30 WITA, setelah
saya azankan dibawa ke ruangan perawatan bayi. Namun janggalnya, ruangan bayi
tidak dijaga oleh bidan/perawat (tidak standbye) sehingga kami terpaksa
menugaskan salah seorang anggota keluarga untuk menjaga di depan ruangan.
Petugas RS juga tidak komunikatif atas peran serta keluarga, termasuk atas
pertanyaan kami apakah bayi perlu/sudah diberi susu formula. Pada pukul 22.30
WITA, secara tidak sengaja kami mendengar salah seorang keluarga pasien lain
bertanya kepada perihal merek susu formula untuk bayi mereka. Baru lah kami
mengetahui bahwa susu formula disiapkan sendiri oleh keluarga pasien, termasuk
botol dot nya. Akhirnya, pukul 22.45 WITA (lebih dari tujuh jam setelah lahir),
bayi kami baru mendapatkan cairan yang amat dibutuhkan untuk mendorong
fungsi-fungsi fital tubuhnya bekerja/berfungsi. Kami bahkan harus membuatkan
sendiri susu formulanya karena bidan yang ada masih menangani hal lain, dan
ketika kami akan memberikan susu formula ke bayi barulah bidannya mengambil
alih.
2. Istri
saya/Ibu bayi tertahan lebih dari 6 jam di ruangan operasi. Padahal berdasarkan
pengalaman kami, pada kelahiran pertama di salah satu RS di Semarang, Jateng,
kurang sejam setelah operasi Ibunya sudah diantar ke kamar dan dipertemukan
dengan bayinya sekaligus untuk memperkenalkan ASI, meski hanya sebentar karena
segera dibawa kembali ke ruangan perawatan bayi. Kondisi ini tentu membuat kami
hawatir, karena tidak ada komunikasi sama sekali petugas ruangan operasi dengan
keluarga yang menunggu di depan ruangan operasi selama berjam-jam. Setelah
berulang-ulang kami konfirmasi, akhirnya Ibu Mertua kami memaksa menengok ke
ruangan pemulihan operasi dan menemukan pasien dalam kondisi menangis dan
kehausan. Pukul 22.10 WITA, baru lah pasien diantar ke kamar, dan anehnya masih
belum bersih (tangan, kaki dan punggungnya masih dipenuhi darah bekas operasi).
Menyedihkan lagi, ari-ari bayi kami temukan dalam kondisi belum dibersihkan dan
digantung dalam plastik di bed pasien, sehingga kami bersihkan sendiri dan
langsung diantarkan ke rumah kami untuk ditanam karena hawatir membusuk.
3. Bayi kami
diantar ke kamar pada Rabu, 13 Mei 2015 pukul 01.30 WITA, pada situasi ibunya
belum steril (Ibunya baru dibersihkan pada jam mandi pagi, Rabu, 13 Mei 2015)
dan bayi belum memperoleh asupan susu formula kedua yang seharusnya diberikan
setiap dua jam sekali (berdasarkan info bidan RS Siloam sendiri). Sejak
diantarkan pada dinihari tersebut, bayi selalu bersama kami, kecuali saat
jadwal mandi pagi setiap harinya. Praktis, keluarga pasien merawat sendiri
bayi, seperti memberikan susu formula dan mengganti popok, kecuali beberapa
kali terpaksa meminta bantuan perawat pada saat-saat tidak ada keluarga pasien
yang bisa mengerjakan. Selama empat hari perawatan bayi pasca lahir, bayi juga
tidak pernah dijemur dan hal tersebut juga dikonfirmasi oleh bidan yang
merawat.
4. Jum’at, 15
Mei 2015 pukul 13.30 WITA, selepas ibadah Jum’at dan kembali ke kamar, saya
menemukan AC kamar dalam keadaan tidak berfungsi. Kondisi tersebut saya
laporkan kepada stasiun perawat dan berulang kali saya ingatkan namun tidak
juga diperbaiki. Karena panas, pintu kamar saya buka-tutup, dengan resiko
bising (mengigat di lantai yang sama juga terdapat layanan anak sehingga selalu
ramai), sehingga bayi kami tidak bisa beristirahat dengan tenang. Pada pukul
19.00 WITA, seorang bidan mengunjungi kamar dan menyampaikan bed pasien satunya
akan dimasuki pasien baru. Saya kemudian menyampaikan bahwa dengan kondisi AC
mati, bagaimana mungkin ditambahkan pasien baru lagi. Anehnya, kondisi tersebut
ternyata tidak diketahui bidan, dan berjanji akan menyegerakan perbaikan AC.
Setelah menunggu lagi setengah jam dan tidak juga ditindak lanjuti, saya
akhirnya complain dengan sedikit emosional, dan tidak lama baru lah petugas
teknis datang namun gagal memperbaiki AC, dan berjanji akan diperbaiki keesokan
paginya. Selain soal lambatnya penanganan, kami juga mempertanyakan lambannya
petugas RS menginformasikan situasi serta tidak ada upaya menawarkan solusi,
seperti memindahkan kamar. Tawaran pindah kamar baru kami dapat setelah melapor
ke bagian corporate di lantai dasar, itu pun ditawari kamar Kelas II. Kami
memilih bertahan di kamar yang sama dan meminta tidak ada penambahan pasien.
Kondisi mati AC tetap terjadi hingga kami keluar dari RS Siloam, pada sabtu, 16
Mei 2015 pukul 14.00 WITA. Sebelumnya, pukul 10.00 WITA, dokter anak yang
menangani melakukan visit terakhir dan mengatakan tali pusar bayi agak berbau
dan kami diberi resep “kain kasa beralkohol” dan “bedak desinfektan”. Perawatan
tali pusat kita ketahui merupakan salah satu perawatan paling krusial pada bayi
baru lahir.
5. Meski dalam
kondisi kecewa, kami tetap melakukan kontrol Ibu dan Bayi di RS Siloam pada
selasa, 19 Mei 2015, seperti dijadwalkan dokter kandungan dan dokter anak.
Berdasarkan pemeriksaan dokter anak, bayi kami mengalami “kuning” dan dilakukan
tes darah. Hasil tes darah menunjukkan kadar kuningnya sangat tinggi dan
diminta untuk dirawat dengan “phototerapi”. Pada sore itu juga, karena
perawatan photo terapi RS Siloam tidak available, bayi kami dirujuk ke RS Kasih
IBU Manado. Sejak selasa, 19 Mei 2015 pukul 19.30 WITA, bayi kami dirawat di RS
Kasih IBU sampai kamis, 21 Mei 2015 pukul 18.00 WITA dan menjalani penyinaran
phototerapi selama 28 jam, serta perawatan intensif pada infeksi tali pusar.
Meski saat ini, kondisi bayi kami
dan ibu nya sudah mulai membaik, namun tidak mengurangi keinginan kami selaku
orang tuanya untuk mempertanyakan dan meminta klarifikasi kepada RS Siloam,
atas ketidaknyamanan, serta kemungkinan sebab akibat dari layanan perawatan di
RS Siloam yang menyebabkan bayi kami harus dirawat ulang akibat “kekuningan dan
infeksi tali pusar” di RS lain.
Seandainya penjelasan yang kami
dapatkan dari RS Siloam tidak memuaskan, sebagai orang tua kami siap MELAKUKAN
TINDAKAN APAPUN yang diperlukan. Namun yang pasti, atas semua complain yang sudah
kami sampaikan secara lisan saat masih dirawat di RS Siloam, kami belum
menerima penjelasan dan permintaan maaf yang memadai. Kami hanya pernah
dihubungi melalui telp selular oleh pihak Marketing RS Siloam, itu pun hanya
untuk mengklarifikasi pemberitaan media yang memberitakan peristiwa saat saya
complain terkait AC kamar.
Demikian surat ini saya sampaikan,
sebagai tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang tua, serta harapan kejadian
yang sama tidak terulang kembali kepada pasien lain.
Hormat Kami,
Ton Abdillah Has
Post a Comment