Penulis : Abdul K. Tulusang
Tulisan ini dibuat dalam rangka Lomba Karya Tulis Ilmiah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak gelombang kedua tahun 2017 memasuki tahapan pencalonan. Berdasarkan laman KPU terdapat 337 pasangan calon di 101 daerah Pilkada. Dalam pasal 40 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota disebutkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
Dengan ketentuan tersebut, maka disetiap daerah Pilkada jumlah pasangan calon yang dapat muncul dari unsur DPRD adalah 4 hingga 5 pasangan calon. Ketentuan 20 persen ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi partai politik untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat pemilih dan merepresentasikan keterwakilan dalam komposisi pasangan calon di seleksi kepemimpinan daerah. Semain banyak pasangan calon yang disediakan oleh partai politik maka adu gagasan dan program akan semakin intensif dalam tahapan Pilkada.
Setiap warganegara termasuk penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam sebuah penyelenggaraan pemilkukada yang bertujuan untuk memilih kepala daerah Prov/Kab/Kota yang mereka kehendaki baik ditingkat provinsi maupun ditingkat Kabupaten/Kota melalui Pemilukada.
KPU sebagai Penyelenggara Pemilukada menjamin hak setiap warganegara untuk dapat memilih secara langsung kepala daerah yang mereka kehendaki. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu sebaiknya aksesibel bagi semua pemilih termasuk bagi penyandang disabilitas. Tersedianya sarana dan prasarana aksesibel dalam pemilu bertujuan untuk memastikan agar tidak terdapat masalah mobilitas gerak bagi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak politiknya. Kemungkinan menerapkan fasilitas teknologi dalam pemilu/pemilukada menjadi salah satu pilihan untuk terwujudnya pemilu/pemilukada yang aksesibel bagi setiap pemilihnya.[1]
Pemilihan Umum merupakan sarana untuk merepresentasikan suara rakyat. Hak untuk dapat berpartisipasi baik memilih maupun dipilih dalam proses demokrasi yang ideal adalah hak dasar yang mencakup semua aspirasi masyarakat pemilih, termasuk bagi pemilih penyandang disabilitas.
Akan tetapi, setelah melalui beberapa pelaksanaan Pemilu, perhatian dan pelayanan terhadap pemilih penyandang disabilitas masih belum menjadi bagian integral dari proses penyelenggaraan Pemilu. Antara permasalahan aksesibilitas khususnya pada saat hari pemungutan suara adalah penempatan lokasi TPS di lokasi yang menyulitkan bagi pemilih tuna daksa, tidak tersedianya alat bantu (template braille) bagi pemilih tuna netra dan kurangnya bantuan dan layanan dari petugas TPS bagi pemilih tuna grahita dan pemilih tuna rungu. Selain itu, secara umum belum tersedia informasi mengenai Pemilu dalam bentuk yang bisa diakses oleh pemilih penyandang disabilitas antara lain dalam bentuk bahasa isyarat dan huruf braille.
Persoalan lain adalah berkaitan dengan penerjemahan peraturan kepemiluan terhadap pelayanan bagi pemilih penyandang disabilitas. Peraturan kepemiluan yang tidak mengatur secara rinci tentang hak politik penyandang disabilitas, seringkali menjadikan penyelenggara Pemilu (KPU, KPUD, PPK, PPS dan KPPS) gagap dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan pemilih penyandang disabilitas dalam melaksanakan hak pilihnya.
Sebagai lembaga yang memegang peranan penting dalam memperbaiki penyelenggaraan Pemilu yang akses, KPU hingga KPPS memegang peranan penting dalam menyediakan fasilitas kepemiluan yang akses sehingga pemilih penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam Pemilu tanpa hambatan. Antaranya adalah; penerapan prinsip pemilihan akses (langsung, rahasia, adil dan non-diskriminatif), pembuatan TPS yang akses dan jaminan pelayanan bagi masing-masing pemilih penyandang disabilitas.
Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme pengawasan Pemilu yang dapat memastikan pelaksanaan Pemilu berlangsung akses bagi pemilih penyandang disabilitas. Bawaslu beserta jajarannya hingga Panitia Pengawas Lapangan (PPL) sebagai lembaga pengawas resmi mempunyai peranan penting dalam mengawasi setiap pelaksanaan tahapan Pemilu untuk berlangsung secara mudah, ramah dan bebas tanpa hambatan bagi pemilih penyandang disabilitas. Keberadaan pengawas Pemilu menjadi potensi besar untuk memastikan aspek aksesibilitas dalam Pemilu secara menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Pengawasan Pemilu Akses Pemilihan Kepala Daerah Pilkada Serentak 2017?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapa penyandang disabilitas?
Istilah disabilitas atau difabel pertama kali dicetuskan sekitar tahun 1996 oleh beberapa aktivis di Yogyakarta, yang salah satunya adalah Mansour Fakih. Penggunaan kata difabel merupakan kependekan dari different abilities people atau dapat diartikan dengan seseorang dengan kemampuan berbeda[2]
Pengertian penyandang disabilitas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.[3]
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, maupun sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinterkasi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Dalam berhubungan dengan pihak lain dan sikap terhadap masyarakat, penyandang disabilitas kadangkala menemui hambatan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Setiap jenis disabilitas memiliki ciri dan hambatan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis disabilitasnya masing-masing.
Katagori ini adalah disabilitas tubuh bagian atas, bagian bawah, kesulitan menggerakan tangan, gangguan koordinasi, termasuk keretakan. Alat bantu yang digunakan untuk membantu gerak mereka beragam dari kruk, tongkat, hingga kursi roda. Beberapa orang yang memiliki kelainan fisik tidak membutuhkan alat bantu apapun untuk melakukan kegiatan sehari-hari, contohnya orang dengan amputi tangan.
Disabilitas penglihatan adalah segala bentuk kehilangan penglihatan yang tidak bisa dibantu dengan kecamatan atau lensa kontak. Ada empat tingkat disabilitas penglihatan. Penglihatan sebagian; orang-orang yang mengalami sejenis kehilangan penglihatan dan dalam beberapa kasus membutuhkan pendidikan khusus.
Orang yang mengalami Disabilitas pendengaran adalah meraka yang mengalami ketulian total atau sebagian. Ketulian bisa terjadi saat kelahiran atau selama masa remaja karena beberapa penyebab biologis, seperti meningitis yang bisa merusak saraf auditori.
Disabilitas intelektual ditandai dengan fungsi intelektual di bawah rat-rata dan keterbukaan dalam berkomunikasi, menjaga diri, tinggal di rumah, kemampuan social-interpersonal, mempergunakan sumber daya didalam masyarakat, mengatur diri, kemampuan akademis, bekerja, rekreasi diwaktu senggang, kesehatan dan keamanan.
Dalam kehidupan sehari-hari, penyandang disabilitas seringkali mendapatkan pandangan yang miring dan negatif atas keberadaan dan kemampuannya. Penyandang disabilitas masih dianggap pihak yang harus dikasihani karena tidak cukup mempunyai kemandirian dan hanya merepotkan orang sekitar. Disabilitas (baca; kecacatan) masih dianggap sebagai penyakit yang dapat ditularkan ke orang lain.
Akibat dari stigma diatas, maka muncullah pemberlakuan yang tidak memihak kepada penyandang disabilitas misalnya sekolah-sekolah yang menolak anak didik yang mempunyai disabilitas, perusahaan yang tidak mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas, sejumlah perusahaan swasta dan pemerintah yang tidak memperbolehkan pelamar dari penyandang disabilitas dalam penerimaan pegawai baru serta berbagai fasilitas dan layanan publik yang tidak didesain ramah bagi penyandang disabilitas.
B. Jenis-jenis Disabilitas
Disabilitas memiliki beberapa jenis dan bisa terjadi selama masa hidup seseorang atau sejak orang tersebut terlahir ke dunia. Jenis-jenis disabilitas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:[4]
a). Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi fungsi fisik salah satu anggota badan bahkan lebih atau kemampuan motorik seseorang. Disabilitas fisik lainnya termasuk sebuah gangguan yang membatasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari. Misalnya saja gangguan pernapasan dan juga epilepsy.
b). Disabilitas Mental
Istilah disabilitas mental biasanya sering digunakan pada anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Akan tetapi tidak hanya itu saja, disabilitas mental juga merupakan sebuah istilah yang menggambarkan berbagai kondisi emosional dan mental. Gangguan kejiwaan adalah istilah yang digunakan pada saat disabilitas mental secara signifikan mengganggu kinerja aktivitas hidup yang besar, misalnya saja seperti mengganggu belajar, berkomunikasi dan bekerja serta lain sebagainya.
c). Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas mencakup berbagai kekurangan intelektual, diantaranya juga adalah keterbelakangan mental. Sebagai contohnya adalah seorang anak yang mengalami ketidakmampuan dalam belajar. Dan disabilitas intelektual ini bisa muncul pada seseorang dengan usia berapa pun.
d). Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada penyandang disabilitas yang mengacu pada gangguan pendengaran, penglihatan dan indera lainnya juga bisa terganggu.
e). Disabilitas Perkembangan
Disabilitas perkembangan merupakan suatu disabilitas yang menyebabkan suatu masalah dengan pertumbuhan dan juga perkembangan tubuh. Meskipun istilah disabilitas perkembangan sering digunakan sebagai ungkapan halus untuk disabilitas intelektual, istilah tersebut juga mencakup berbagai kondisi kesehatan bawaan yang tidak mempunyai komponen intelektual atau mental, contohnya spina bifida.
Berdasarkan pengertian di atas tentang jenis-jenis disabilitas yang terdiri dari disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas intelektual, sensorik serta perkembangan maka dalam penelitian ini untuk lebih spesifiknya penyandang disabilitas yang dimaksud disini adalah penyandang disabilitas dengan jenis kecacatan fisik seperti tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahitna, tuna daksa serta tuna ganda.
C. Bagaimana memahami hak penyandang disabilitas dalam Pemilu?
Salah satu hak yang melekat dalam diri setiap orang adalah hak untuk berpartisipasi dalam proses yang dilaksanakan dalam Pemilu. Setiap orang yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih, dipilih dan diangkat sebagai penyelenggara Pemilu.
Agar penyandang disabilitas dapat menyalurkan aspirasi politiknya, penyelenggara Pemilu harus menyediakan fasilitas kepemiluan yang bisa diakses, sehingga mereka bisa berpartisipasi dalam Pemilu tanpa hambatan. Selain itu, penerapan prinsip pemilihan secara langsung, jaminan atas kesrahasiaan pilihan, perlakuan yang adil dan non-diskriminatif, pendirian TPS yang inklusif dan kebebasan bagi penyandang disabilitas untuk memilih pendamping saat melakukan pemungutan suara.[5]
Penyandang disabilitas memiliki hak untuk dicalonkan, bersaing dalam Pemilu dengan kandidat lain yang tidak memiliki disabilitas dan dipilih/diangkat sebagai petugas Pemilu. Pentingnya mengangkat penyandang disabilitas sebagai petugas adalah karena mereka mengerti kebutuhan komunitas disabilitas dan bisa menyampaikannya dalam proses pembuatan kebijakan.[6]
Dalam peningkatan pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas, Pemerintah Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mensahkan UU No.19 Tahun 2011, tentang pengesahan konvensi perlindungan hak penyandang disabilitas. Dengan menyetujui konvensi ini, pemerintah wajib memajukan, melindungi dan menjamin pemenuhan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua penyandang disabilitas sebagai bagian utama dari pemenuhan martabat kemanusiaan secara menyeluruh.[7]
Aksesibilitas merupakan hal yang penting karena penyandang disabilitas bisa berpartisipasi dalam proses Pemilu secara bebas, langsung dan tanpa hambatan. Penyediaan akses merupakan konsekuensi dari pemenuhan hak politik penyandang disabilitas.
Aksesibilitas harus diperhitungkan dalam setiap tahapan pemilu, yaitu dalam periode pra-pemilu, periode pemilu dan periode pasca pemilu. Akses bisa berupa fisik atau non-fisik. Akses fisik meliputi lokasi TPS, tinggi meja suara dan meja untuk kotak suara yang bisa dijangkau oleh pengguna kursi roda, serta alat-alat bantu pilih untuk tunanetra. Akses non-fisik meliputi penyediaan informasi Pemilu yang bisa diakses oleh penyandang disabilitas, program sosialisasi bagi penyandang disabilitas dan layanan juru bahasa isyarat untuk tunarungu dalam program-program sosialisasi seperti pendidikan pemilih.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan aksesibilitas dalam Pemilu :
“Pasal 37, ayat 2 Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan materi Kampanye yang meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui website KPU”.
Pasal 113, ayat 1 TPS ditentukan lokasinya ditempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang disabilitas, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geografis serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas dan rahasia.
Pasal 115, ayat 2 point d dan e. Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi: (d). penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan (e). pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 119, ayat 1 dan 2 Pada saat memberikan suaranya di TPS, pemilih tuna netra, tuna daksa dan/atau yang memiliki halangan fisik lain dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.
Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara wajib merahasiakan pilihan Pemilih
Agar penyandang disabilitas dapat memahami proses Pemilu sepenuhnya, petugas TPS dan pengawas Pemilu perlu dibekali dengan pengetahuan mewujudkan pelaksanaan Pemilu yang akses.
D. Apa itu pengawasan akses dalam Pemilu?
Pelaksanaan Pemilihan Umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta akses bagi penyandang disabilitas. Setiap penyandang disabilitas serta merta dapat ikut serta dalam pelaksanaan Pemilu, baik secara langsung ataupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas, dapat memilih dan dipilih dengan tanpa hambatan dan dijamin undang-undang.
Pengawasan Pemilu akses adalah kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan pemilu berkaitan dengan prosedur, perlakuan, ketersediaan sarana dan fasilitas pemilu akses bagi penyandang disabilitas. Pengawasan pemilu akses bertujuan untuk memastikan apakah setiap proses penyelenggaraan pemilu telah menjamin hak dan kebebasan penyandang disabilitas agar dapat berpartisipasi dalam pemilu secara penuh setara dengan warga non disabilitas lainnya. Pengawasan pemilu aksesmerupakan bagian dari pengawasan pemilu secara menyeluruh.[8]
Yang menjadi wilayah pengawasan pemilu akses meliputi setiap proses penyelenggaraan pemilu dimulai dari tahap persiapan pemilu, tahap penyelenggaraan pemilu dan tahap tindak lanjut atas temuan pelanggaran pemilu. Sedangkan yang menjadi objek pengawasan pemilu adalah berada pada setiap tahapan pemilu utamanya adalah pada tahapan yang dinilai krusial dan penting karena bilamana terjadi pelanggaran pemilu pada tahapan itu maka akan sangat mempengaruhi partisipasi hak politik penyandang disabilitas.
Pengawasan akses dalam Pemilu dengan demikian tidak lain adalah memastikan proses dan penyelenggaraan Pemilu dengan cara mengumpulkan data, temuan dan informasi baik tekhnis maupun pelayanan mengenai pelaksanaan Pemilu yang dilakukan oleh organisasi pengawas Pemilu. Sementara jika usaha memastikan penyelenggaran Pemilu tersebut dilakukan oleh individu atau organisasi independen diluar pengawas Pemilu disebut dengan Pemantauan Akses Pemilu.
Penyelenggaraan Pemilu selain sebagai wahana pergantian pemimpin juga merupakan saluran aspirasi masyarakat bagi dihimpunnya partisipasi yang luas. Oleh karena itu, Pemilu menjadi sarana bagi seluruh rakyat, termasuk bagi penyandang disabilitas, untuk menguji kebenaran klaim dan janji politik melalui pemilihan yang jujur, adil, demokratis dan aksesibel.
Dengan demikian keberadaan pengawas dan pemantau untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas menjadi sangat penting. Kelompok inilah yang selalu memberikan rekomendasi dan advokasi untuk menjamin pemilih penyandang disabilitas dapat dengan mudah melaksanakan hak politiknya.
Tujuan pengawasan Pemilu akses
a). Menjamin Partisipasi Politik Masyarakat Penyandang Disabilitas dalam Mewujudukan Pemilu yang Luber, Jurdil dan Akses. Usaha untuk meningkatkan rasa hormat dan kepercayaan terhadap hak-hak asasi manusia khususnya hak-hak sipil dan politik dari warganegara, misalnya penghormatan terhadap hak untuk menyatakan kebebasan dalam pendapat dan memilih, termasuk bagi penyandang disabilitas. Penghormatan terhadap hak-hak pemilih juga akan ditingkatkan melalui kegiatan pemantauan yaitu hak untuk terdaftar sebagai pemilih, hak untuk menentukan pilihan secara mandiri, hak atas kerahasiaan pilihan, hak untuk bebas dari intimidasi, hak untuk memperoleh informasi mengenai pemilu, hak untuk memantau dan hak untuk melaporkan adanya pelanggaran Pemilu.
b). Memastikan Sarana dan Prasarana bagi Penyandang Disabilitas untuk Menyalurkan Aspirasi Politik dalam Pemilu. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas dan materi pemilihan sudah tepat, dapat diakses dan mudah dimengerti serta digunakan, melindungi hak penyandang disabilitas dalam memberikan suara melalui kertas suara yang terjaga kerahasiaannya dalam Pemilu tanpa adanya intimidasi. Pelayanan ini juga termasuk menjamin kebebasan untuk menyatakan kehendak sebagai pemilih dengan menyediakan petugas yang dapat dipercaya oleh pemilih dan berdasarkan permintaan para penyandang disabilitas.
c). Mengetahui Pelanggaran Akses Pemilu. Usaha untuk mewujudkan Pemilu yang akses, berawal dari pentingnya mengetahui tentang pelanggaran-pelanggaran Pemilu sehingga jaminan bagi penyandang disabilitas untuk menyalurkan aspirasinya terpenuhi. Pengetahuan ini bertujuan mengurangi sedikit mungkin pelanggaran yang pada akhirnya memberikan landasan keabsahan (legitimasi) yang kuat bagi semua pihak yang terlibat dalam proses Pemilu. Penilaian tentang jalannya Pemilu dan kepercayaan organisasi pemantauan yang dilaporkan ke publik dapat meningkatkan kebsahan, legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap proses maupun hasil Pemilu.
d). Mengantisipasi Kendala-Kendala Akses dan Pelanggaran dalam Pengawasan Pemilu. Usaha untuk menghindarkan terjadinya proses Pemilu dari kecurangan, manipulasi, permainan maupun rekayasa yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan suara rakyat. Jikapun terjadi penyelesaian maka dilakukan secara damai. Pengawasan pemilu merupakan alat penting untuk menyelesaikan konflik secara damai di antara kelompok. Jika terjadi perselisihan selama pemilihan maka pemantau sebagai pihak ketiga dapat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang dapat diterima bersama. Membangun kepercayaan terhadap hasil Pemilu pada akhirnya membangun sistem berdemokrasi secara luas. Dengan melakukan pemantauan terhadap proses pemilihan, kepercayaan terhadap Pemilu akan meningkat. Peningkatan kepercayaan terhadap proses dan hasil Pemilu juga otomatis akan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem demokrasi.
E. Apa saja yang harus diawasi dalam pengawasan Pemilu akses?
Pra Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Kepastian Aksesibilitas dalam Pemilu
|
Perencanaan
|
Penganggaran
|
|
|
Rekruitmen Petugas
Pemilu
|
|
||
Logistik
|
|
||
Pelatihan
|
Pelatihan dan panduan
teknis bagi petugas TPS
|
|
|
Informasi Pemilu
|
Media Informasi
|
|
|
Pendidikan Pemilih
|
|
||
Pendaftaran
|
Pendaftaran Pemilih
|
|
Periode Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Potensi Masalah
|
1.
|
Pencalonan
|
Kandidat dalam Pemilu
|
Penyandang disabilitas
tidak mengalamai kesulitan dan dapat memenuhi persyaratan sebagai kandidat
dan bersaing dalam Pemilu.
|
2.
|
Kampanye
|
Akses terhadap Media
|
Ada juru bahasa isyarat
bagi tuna rungu atau running text dalam penyampaian visi dan misi kandidat ke
masyarakat umum.
|
3.
|
Pemungutan Suara
|
Tempat pemungutan suara
|
1.
TPS didirikan di tempat
yang bisa diakses oleh pemilih penyandang disabilitas.
2.
Tersedia alat bantu
pilih untuk tuna netra.
3.
Tersedia fasilitas yang
akses di TPS.
|
4.
|
Alat Bantu Pilih
|
1.
Petugas TPS mengumumkan
akan adanya alat bantu pilih.
2.
Petugas TPS menjelaskan
tata cara penggunaan alat bantu pilih
|
Pasca Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Potensi Masalah
|
1.
|
Peninjauan
|
Evaluasi
|
Mengambil pelajaran dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu akses.
|
2.
|
Reformasi Hukum
|
Revisi Undang-Undang
|
Memperbaiki dan
menyempurnakan ketentuan perundang-undangan tentang aksesibilitas dalam
Pemilu.
|
3.
|
Pengarsipan
|
Dokumentasi
|
Melakukan dokumentasi
terhadap pelaksanaan Pemilu akses.
|
F. Apa saja yang perlu diawasi dalam pengawasan akses Pemilu dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara?
Puncak dari jaminan akses dalam Pemilu untuk pemilih penyandang disabilitas adalah pada saat menjelang dan hari pemungutan dan penghitungan suara. Aspek aksesibilitas yang diperhatikan oleh pengawasan ataupun pemantau Pemilu adalah :
1. Ketersediaan alat bantu bagi tuna netra;
2. Formulir pendampingan;
3. Surat pemberitahuan untuk memilih;
4. Penentuan lokasi TPS
5. Penyediaan alat dan sarana pemungutan suara di TPS.
6. Pelayanan Petugas TPS.
7. Penegakan hukum.
Masing-masing komponen diatas mempunyai pengguna, target penggunaan dan keperluan yang berbeda-beda, yaitu :
Pra Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Kepastian Aksesibilitas dalam Pemilu
|
Perencanaan
|
Penganggaran
|
|
|
Rekruitmen Petugas
Pemilu
|
|
||
Logistik
|
|
||
Pelatihan
|
Pelatihan dan panduan
teknis bagi petugas TPS
|
|
|
Informasi Pemilu
|
Media Informasi
|
|
|
Pendidikan Pemilih
|
|
||
Pendaftaran
|
Pendaftaran Pemilih
|
|
Periode Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Potensi Masalah
|
1.
|
Pencalonan
|
Kandidat dalam Pemilu
|
Penyandang disabilitas
tidak mengalamai kesulitan dan dapat memenuhi persyaratan sebagai kandidat
dan bersaing dalam Pemilu.
|
2.
|
Kampanye
|
Akses terhadap Media
|
Ada juru bahasa isyarat
bagi tuna rungu atau running text dalam penyampaian visi dan misi kandidat ke
masyarakat umum.
|
3.
|
Pemungutan Suara
|
Tempat pemungutan suara
|
1.
TPS didirikan di tempat
yang bisa diakses oleh pemilih penyandang disabilitas.
2.
Tersedia alat bantu
pilih untuk tuna netra.
3.
Tersedia fasilitas yang
akses di TPS.
|
4.
|
Alat Bantu Pilih
|
1.
Petugas TPS mengumumkan
akan adanya alat bantu pilih.
2.
Petugas TPS menjelaskan
tata cara penggunaan alat bantu pilih
|
Pasca Pemilu
No
|
Periode Pemilu
|
Program/Kegiatan
|
Potensi Masalah
|
1.
|
Peninjauan
|
Evaluasi
|
Mengambil pelajaran dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu akses.
|
2.
|
Reformasi Hukum
|
Revisi Undang-Undang
|
Memperbaiki dan
menyempurnakan ketentuan perundang-undangan tentang aksesibilitas dalam
Pemilu.
|
3.
|
Pengarsipan
|
Dokumentasi
|
Melakukan dokumentasi
terhadap pelaksanaan Pemilu akses.
|
G. Bagaimana mewujudkan pengawasan Pemilu akses?
Tujuan utama pembentukan lembaga pengawas Pemilu adalah untuk mendorong kualitas Pemilu di Indonesia terselenggara dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu yang demokratis. Setara dengan KPU yang merencanakan dan melaksanakan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu, maka Bawaslu bertugas untuk mengawasi agar seluruh proses penyelenggaran Pemilu tersebut berlangsung demokratis, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dam adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terjadinya pelanggaran pemilu akan dapat mengurangi kualitas hak politik penyandang disabilitas, bahkan pelanggaran pemilu pada tahapan tertentu dapat berakibat hilangnya kesempatan seseorang untuk mengimplementasikan hak politiknya. Terjadinya pelanggaran pemilu, berkaitan penempatan lokasi TPS yang sulit dijangkau pengguna kursi roda, mengakibatkan sipemilih tidak dapat memilih secara langsung dan bebas.Pelanggaran lainnya bisa berbentuk syarat- syarat untuk menjadi calon/ kandidat dimana penyelenggara pemilu atau partai politik mewajibkan setiap calon tidak boleh memiliki disabilitas.[10]
Pengawas Pemilu diharapkan akan memasukkan sejumlah isu-isu penting berkaitan pemilu akses sebagai bagian yang akan menjadi pelanggaran pemilu secara umum. Diharapkan dari sejumlah temuan pelanggaran pemilu yang berkaitan dengan pemilu akses akan dapat dilihat pada seberapa jauh partisipasi penyandang disabilitas itu telah terpenuhi dan terlindungi, dan seberapa jauh penyelenggara dan peserta pemilu telah memahami dan mengimplementasikan hak politik penyandang disabilitas.
Peranan penting lembaga pengawas Pemilu adalah kemampuan melakukan koreksi dengan menyampaikan saran perbaikan secara langsung dalam hal ditemukan adanya kesalahan, kelalaian dalam proses pelaksanaan Pemilu.
Peranan aktif tersebut harus dilakukan oleh pengawas Pemilu baik atas suatu perbuatan yang dilihat secara langsung maupun berdasarkan dari masukan masyarakat. Proses perbaikan ketika ditemukan kekeliruan baik akibat kesalahan atas dasar sengaja atau tidak sengaja dilakukan melalui saran perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu. Oleh karena itu, secara tekhnis, pengawas Pemilu selalu hadir dalam daerah pengawasannya untuk ikut terlibat langsung proses pelaksanaan Pemilu.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dengan tidak maksimalnya pelaksanaan pengawasan tahapan Pemilu maka dapat menyebabkan keraguan semua pihak terhadap integritas proses dan hasil Pemilu. Pengawas Pemilu menjadi tumpuan penting ketika partai politik melalui saksinya tidak dapat mendapatkan hasil secara maksimal. Fungsi utama pengawasan Pemilu adalah :
1. Memberikan upaya perlindungan terhadap hak konstitusional warga Negara dalam menggunakan hak pilih.
2. Berupaya melakukan pencegahan terhadap potensi pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu.
3. Melakukan perbaikan atau saran perbaikan ketika ditemukan penyimpangan dan kesalahan dalam pelaksanaan Pemilu.
4. Melakukan penindakan terhadap dugaan pelanggaran sesuai peraturan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian, penyusunan hasil, dan pembahasan, maka kesimpulan dari karya ilmiah ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemilukada 2017 bagi penyandang disabilitas di indonesia belum aksesibel dan masih jauh dari kebutuhan penyandang disabilitas. Regulasi, prosedur, maupun fasilitas yang ada belum berpihak pada keberadaan penyandang disabilitas.
2. Pola partisipasi politik penyandang disabilitas pemilukada (Pilkada) 2017 dapat dilihat melalui keikutsertaan penyandang disabilitas sebagai anggota Relawan Demokrasi, antusias mengikuti sosialisasi pemilu, aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak pilih penyandang disabilitas dan keikutsertaan dalam pemilu untuk menggunakan hak pilihnya dengan harapan akan terwujud pemilu yang aksesibel bagi penyandang disabilitas melalui kebijakan, prosedur maupun fasilitas yang tidak diskriminatif.
3. Hambatan KPU dalam mewujudkan pemilu aksesibel adalah pelaksanaan sosialisasi dan hambatan yuridis. Pelaksana sosialisasi memiliki kesulitan dalam mentransfer materi kepada penyandang disabilitas yang membutuhkan metode khusus, sehingga pihak KPU Kabupaten Sleman harus menyediakan alat peraga dan menjalin kerjasama dengan beberapa pihak. Hambatan yuridis yaitu adanya beberapa peraturan yang memberikan batasan kewenangan KPU Kabupaten khususnya dalam hal pengadaan logistik pemilu. Akibatnya, logistik pemilu bagi penyandang disabilitas tidak dapat disediakan secara sepenuhnya. Sedangkan hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya adalah belum adanya fasilitas, prosedur maupun cara yang aksesibel, yaitu yang memberikan kemudahan kepada penyandang disabilitas untuk melakukan mobilitas dalam pemilu.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti di lapangan, agar pelaksanaan pemilu selanjutnya benar-benar aksesibel, yaitu memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya, maka peneliti merumuskan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi KPU
a. KPU sebaiknya melakukan koordinasi secara berkesinambungan kepada PPK dan PPS maupun kepada organisasi penyandang disabilitas dalam hal pendataan pemilih penyandang disabilitas, agar kebutuhan pemilih penyandang disabilitas dapat terpenuhi melalui penyediaan prosedur dan fasilitas yang berspektif disabilitas.
b. Pelaksanaan sosialisasi pemilu khususnya bagi penyandang disabilitas tidak hanya dilakukan pada kelompok-kelompok penyandang disabilitas, KPU dapat meminta bantuan kepada KPPS untuk melaksanakan sosialisasi agar pemilih penyandang disabilitas yang tidak masuk ke dalam kelompok tetap mendapatkan sosialisasi pemilu dengan harapan akan menciptakan pemilih-pemilih yang cerdas.
c. Pelaksanaan bimbingan teknis (bimtek) pemilu bagi KPPS benarbenar diupayakan secara optimal, agar petugas KPPS dapat memahami keberadaan penyandang disabilitas dan menyediakan kebutuhan pemilih penyandang disabilitas di TPS.
d. Mengakomodir hak pilih penyandang disabilitas melalui regulasi,penyediaan prosedur dan fasilitas yang aksesibel agar hak pilihpenyandang disabilitas dapat tersalurkan dengan mudah.
2. Bagi Persatuan Penyandang Cacat Sleman (PPCS)
a. Menggencarkan pelaksanaan kegiatan pendampingan demokrasi bagi penyandang disabilitas untuk meningkatkan kesadaran politik bagi penyandang disabilitas.
b. Melakukan advokasi penyediaan rasonable accessibility dalam penyelenggaraan pilkada dan pemilu agar kebutuhan penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung, N & Patra M. Zen. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Buku Panduan Akses Pemilu. Jaminan Partisipasi Hak politik bagi penyandang disabiltas. Pusat Pemilihan Umum penyandang cacat (PPUA PENCA), Jakarta Maret 2011.
Khaerul Fahmi. 2011. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khoirudin. 2004. Kilas Balik Pilpres 2004: Evaluasi Pelaksanaan, Hasil dan Masa Depan Demokrasi Pasca Pilpres 2004. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mohammad Najib. 2005. Masyarakat Bertanya KPU DIY Menjawab: Tanya Jawab Seputar Persoalan Prosedur Teknis Pemilu 2004 dan Pilkada. Yogyakarta: Komisi Pemilihan Umum DIY.
Kompilasi Perundangan terkait Hak-hak Penyandang Disabilitas. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Suryatiningsih. 2014. Panduan Pemilih bagi Penyandang Disabilitas. Yogyakarta: KPU Kabupaten Sleman.
Zainul Daulay. 2013. Makna Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dan Implementasinya dalam Kebijakan Pembangunan Daerah yang Inklusif serta Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2013 tentang Norma, Standar Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik).
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Artidjo Alkostar, Pembangunan Hukum dan Keadilan, dalam Moh. Mahfud MD, dkk (Ed)
Abdul Hakim G. Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1988
Bagir Manan, S.H., M.CL. Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum. 1996. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Data menurut Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004
Darwan Prinst, S.H. Sosialisasi & Diseminasi Penegakan HAM. 2001. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Djohanjah, Akses Pada Keadilan, Makalah pada Pelatihan HAM bagi Jejaring Komisi Yudisial, Bandung, 3 Juli 2010
Erman Rajagukguk, Agenda Pembaharuan Hukum Ekonomi Indonesia, dalam Moh. Mahfud MD, dkk, Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, UII Press, Yogyakarta, 1997
footnote:
[1] Buku Panduan Akses Pemilu Jaminan Partisipasi Hak politik bagi penyandang disabiltas. Pusat Pemilihan Umum penyandang cacat (PPUA PENCA), Jakarta Maret 2011.
[2] Bahrul Fuad, “Difabel, Sebuah Simbol Perlawanan Ideologis,” Cak Fu, diakses 1 Juni 2015, http://cakfu.info/2010/08/difabel-sebuah-simbol-perlawanan-idiologis/
[3] Menurut Vash (1981: 22-23) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan disabilitas: Disabilitas adalah terdapat kekurangan secara fisiologis, anatomis maupun psikologis yang disebabkan oleh luka, kecelakaan maupun cacat sejak lahir dan cenderung menetap, dengan kata handicap, mengacu pada rintangan yang dialami individu saat dia berupaya melakukan tugas sehari-hari, yang diakibatkan oleh kekurangan tersebut.
[4] Djohanjah, Akses Pada Keadilan, Makalah pada Pelatihan HAM bagi Jejaing Komisi Yudisial, Bandung, 3 Juli 2010
[5] http://www.kpu-kulonprogokab.go.id/main.php?h=QXJ0aWtlbA==&i=MQ== Peraturan KPU Nomor 26/2013 bahwa Komisi Pemilihan Umum memberikan akses bagi para penyandang tunanetra untuk memilih, dimana pemilih tunanetra akan diberikan template (alat bantu pilih) untuk dapat menentukan pilihannya sendiri secara mandiri.
[6] Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan (Pasal 1, Deklarasi Hak Asasi Manusia)
[7] Keterbatasan fisik, mental, intelektual dan sensorik yang dimiliki oleh penyandang disabilitas, tidak dapat dijadikan alas an untuk memberikan perlakuan diskriminatif kepada mereka, karena pada dasarnya semua manusia diciptakan meiliki martabat dan hak yang sama.
[8] Potret Pemilu Akses Dalam Pilpres 2014 di Indonesia Hasil Pemantauan di Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan and Sulawesi selatan, Tim Penulis JPPR 9 Maret 2015
[9] Ibid. Potret Pemilu Akses Dalam Pilpres 2014 di Indonesia Hasil Pemantauan di Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan and Sulawesi selatan, Tim Penulis JPPR 9 Maret 2015
[10] Potret Pemilu Akses Dalam Pilpres 2014 di Indonesia Hasil Pemantauan di Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan and Sulawesi selatan, peraturan Bawaslu 19 tahun 2014 tentang pengawasan, pemungutan dan perhitungan suara dalam pemilihan umum.
Post a Comment