Bitung, Suarapembaharu.com -Seperti saling berbalas pantun, Wali Kota Bitung Max Lomban dan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Puji Astuti, saling klaim dengan data yang dimiliki masing-masing pihak.
Disatu sisi Wali Kota Bitung, yang tahu persis kondisi daerahnya "Menjerit", dengan kebijakan Kementerian KP yang melakukan moratorium Perijinan di bidang Perikanan tangkap. Imbasnya, kondisi ekonomi Bitung terpuruk selang tiga tahun terakhir.
Tak segan, Wali kota Bitung diberbagai kesempatan, mengemukakan, bahwa kebijakan KKP telah membuat puluhan ribu warganya kehilangan lapangan pekerjaan. Kebijakan Moratorium dan larangan melaut untuk kapal penangkap eks asing di Bitung, telah membuat produksi perikanan Bitung menurun secara drastis. Tragisnya sejumlah Perusahan (pabrik) Unit Pengolahan Ikan (UPI), telah melakukan PHK terhadap ribuan karyawannya dan kini terancam tutup.
Namun bukan Menteri Susi namanya, kalau tidak menjawab atau menanggapi siapa saja yang memprotes kebijakan yang telah dikeluarkan kementerian yang dipimpinnya. Termasuk pernyataan Wali Kota Bitung, dibantahnya. Tak pelak sejumlah media massa menulis kalau Susi menyebut, Wali Kota Bitung berbohong. Hanya karena mengungkap fakta terjadinya penurunan produksi perikanan di Bitung.
Secara lantang menteri Susi pun mengklaim kalau data yang dimilikinya (KKP), telah terjadi peningkatan produksi perikanan di Bitung dan Sulut di tahun 2016 dan 2017. Perbedaan pendapat dan data inilah yang akhirnya menjadi head line pemberitaan media massa dan menjadi sorotan nasional.
"Omongan dan data siapa yang benar ? Data Menteri atau Wali Kota ? " Pertanyaan itulah yang bermunculan di banyak kalangan. Mungkinkah, perbedaan data antara Wali Kota dan Menteri dikarenakan sistem koordinasi pemerintah daerah dan pusat tidak berjalan baik. Padahal sudah dengan tegas Presiden Jokowi, selalu mengingatkan kepada seluruh kepala daerah dan Menteri, agar terus berkoodinasi sehingga semua kebijakan terintegrasi secara baik.
Memang harus diakui, perjuangan Wali Kota Max Lomban agar Bitung mendapatkan perlakuan khusus dari KKP, tidak pernah mengenal kata gentar. Berbagai usaha, dengan mendatangi petinggi negeri, dan membentuk forum diskusi secara resmi terus dilakukan oleh mantan Sekdakot Bitung itu. Bukannya tanpa dasar, hampir 60 persen warga Bitung, menggantungkan hidupnya di bidang usaha perikanan. Di tiga tahun terakhir, sangat terlihat dampak dari regulasi aturan dari KKP,. Turunnya indeks pendapatan per kapita kota Bitung dititik terendah sepanjang sejarah, yakni di posisi 3,2 paling bawah diantara kabupaten/kota di Sulut, serta jauh dari target rata-rata nasional.
Banyak pemerhati dan pelaku usaha perikanan yang ada di kota Bitung, berharap agar persoalan perbedaan data dan polemik kebijakan ini segera terselesaikan dan saling melengkapi. Tak bisa dipungkiri, faktor ketersinggungan yang mulai muncul, akan berbias pada arah dan kebijakan bidang usaha industri perikanan Bitung. Kita juga tidak bisa mengesampingkan kebijakan KKP dibawah pimpinan menteri Susi, telah menunjukan ketergantungan separuh dunia terhadap hasil sumber daya Kelautan dan Perikanan Indonesia.
Tegas dalam penegakan hukum dan menjalankan aturan, menjadi bukti Menteri Susi adalah sosok yang tepat menduduki jabatan yang dipercayakan Presiden. Perhatiannya terhadap Nelayan kecil dan kampanye pengelolaan hasil laut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadikan Susi sebagai idola dari masyarakat Perikanan Indonesia. Buktinya, banyak juga kelompok nelayan secara terang-terangan mengakui dan mendukung penuh kebijakan menteri Susi, yang telah meningkatkan pendapatan para nelayan.
Kota Bitung sejak lama identik dengan usaha industri perikanan. Label sebagai kota Cakalang dan pernah ditetapkan sebagai pusat industri Tuna, bahkan dijadikan sebagai salah satu Kota Minapolitan haruslah tetap dipertahankan.
Sudah sepantasnya para pemegang kebijakan (pemerintah), melepas ego masing-masing pihak. Merasa benar, memiliki kewenangan dan memegang kekuasaan haruslah diletakan sesuai dengan kaidah yang ada.
Data dan fakta masa lalu, dunia usaha perikanan di Bitung, mempunyai catatan hitam dan kelam. Trauma terhadap illegal fishing secara masif pada masa lalu, membuat pemerintah (KKP), menunjukan perhatian ekstra terhadap seluruh perijinan usaha perikanan tangkap di Bitung.
Sikap KKP untuk memberikan perhatian ekstra di kota Bitung, setidaknya telah membuat ratusan kapal eks asing "milik" orang kepercayaan pemilik asli (asing), telah kembali ke negara asal. Kalaupun ada kapal eks asing yang ada di Bitung, itu tidak bisa di operasikan. Menariknya, informasi yang diperoleh di KKP, upaya Pemerintah kota Bitung yang di pimpin Wali Kota selalu menemui jalan buntu, dikarenakan (maaf) sebagian orang yang selalu mendampingi perjuangan Wali Kota, masuk dalam pengusaha "daftar hitam" di KKP.
Dari beberapa sumber yang diperoleh, pasokan bahan baku ikan ke beberapa pabrik pengalengan ikan turun hingga 80 persen dari kapasitas produksi yang tersedia. Hal itu terjadi sejak diberlakukan moratorium Perijinan serta larangan beroperasi kapal penangkap eks asing dan atau milik asing. Tragisnya saat ini, sejumlah Perusahan UPI di Bitung harus ke pulau Jawa untuk mencari bahan baku ikan dan diangkut ke Bitung.
Sebagai warga Bitung, tentunya sangat prihatin melihat kondisi ini. Langkah Pemkot Bitung untuk membangun industri Pariwisata masih membutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit untuk membangun infrastuktur. Sementara sangat tidak elok jika kita biarkan industri perikanan yang seluruh infrastruktur telah tersedia.
Sekiranya saya dapat memberikan pendapat atau masukan, sebagai berikut :
- Pemkot Bitung, instansi terkait secara rutin melakukan koordinasi dan laporan ke KKP terhadap kondisi yang sebenar-benarnya tentang industri perikanan di Bitung .
- Pemkot dan para pengusaha (yang merasa)) kenapa harus malu mengakui masa lalu kita yang hitam untuk kita tutup bersama. Dan membuka lembaran yang baru untuk kebangkitan usaha industri Perikanan Bitung.
- Khusus untuk ibu Menteri KP Susi Puji Astuti, tolong Carikan solusi buat kebutuhan pasokan bahan baku ikan untuk kebutuhan UPI Bitung.
- Jika perlu, karena UPI kekurangan bahan baku jenis (skip Jack dan yelow Fin) , perlu dipertimbangkan untuk sementara tidak memberikan ijin eksport frozen' utuh mengingat UPI masih kekurangan pasokan bahan baku.
Penulis: Tennie Wior
Editor : Arham Licin
Post a Comment