SUARA
PEMBAHARU – Menuju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak
berintegritas, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Utara (Sulut) gelar Forum Discussion Group (FGD) bersama KPU di 7 Kabupaten/kota yang dan Pengawas Pemilu yang melaksanakan Pilkada serentak, Senin (1/6).
Mengambil tempat Kantor KPU Sulut, FGD ini menghadirkan
secara khusus Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Dr Vallina
Singka Subekti, M.Si sebagai narasumber.
“Kehadiran Ibu Vallina adalah permintaan khusus KPU Sulut untuk
membentuk penyelenggara pemilu yang berintegitas di Sulut,” ucap Ketua KPU
Sulut Yessy Momongan.
Sementaa itu, Doktor Vallina dalam penyampaiannya menekankan kepada
penyelenggara pemilu di Sulut, untuk menjaga kemandirian, integritas dan kredebilitas
karena tanpa ketiganya maka tidak akan terwujud demokrasi yang baik.
“Pemilu merupakan pilar demokrasi bangsa Indonesia. Jika pilar
bangsa ini tidak kokoh, maka demokrasi bangsa pun akan mudah hancur,” tegas mantan
KPU RI ini.
Vallina pun menjabarkan beberapa problem Pilkada yang akan
dihadapi nantinya. Pertama, pilkada
serentak untuk pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia dan kita tidak
memiliki pengalaman dengan hal ini, walau pada dasarnya pilkada serentak hampir
mirip dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).
“Bedanya adalah intensitas konflik lebih besar ketimbang pileg
dan pilpres. Untuk itu peran penyelenggara pemilu adalah menjaga tahapan
berjalan sesuai parameter penyelenggara yang demokrasi,” ungkap manta tim
seleksi KPU RI dan Bawaslu RI.
Lanjutnya, sistem dan mekanisme pemilu Indonesia lebih banyak
diadopsi dari Amerika yang masyarakatnya telah tercerahkan, sementara disatut
sisi Indonesia memiliki 65 % pemilih yang tidak lulus Sekolah Dasar (SD).
“Tidak heran jika pemilih Indonesia rentan menjadi objek dari
calon. Maka untuk menjaga hal tersebut dibentuklah lembaga penyelenggara pemilu
yang independent. Dan DKPP juga dididirkan untuk menjaga kemandirian,
integritas dan kredebilitas penyelenggara pemilu, yang menempatkan komisioner penyelenggara
pemilu sebagai objek kode etik,” tuturnya. (MO3)
Post a Comment