SUARA PEMBAHARU - Memasuki masa panen petani cengkeh Agustus tahun 2015 ini, hampir semua petani cengkeh di seluruh Indonesia mengeluh atas harga komoditas cengkeh yang terjun bebas. Sebelumnya Cengkeh bisa di jual dengan harga di atas seratus ribu rupiah perkilo gram, sekarang harus menjual di harga tujuh puluh ribu rupiah perkilo gram.
Direktur Penelitian Kawasan Timur Indonesia (KTI) Watch, Hasan Sufian menilai, harga yang terjun bebas berbanding terbalik dengan kenaikan cukai rokok 10 persen, padahal konsumsi utama komoditas cengkeh adalah perusahaan rokok. Harga ini juga berbanding terbalik dengan kurs dolar yang terus naik, padahal cengkeh termasuk komoditas ekspor yang mengikuti standar dolar.
"Pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan harus merespon cepat situasi yang dialami jutaan petani cengkeh di Indonesia," tegas Sufian
Hasil pantauan KTI Watch, sentra penghasil cengkeh seperti Sulawesi Selatan, Toli-toli, Maluku, Manado Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, hampir semua petani mengeluh dan menjerit atas situasi ini, karena hasil kebun cengkeh tidak sebanding dengan harga pupuk, ongkos kerja para petani dan harga cengkeh dipasaran yang hanya 70 ribu perkilogram.
"Kebijakan penutupan impor atas cengkeh patut dicurigai terjadi kebocoran dan impor gelap yang dilakukan perusahaan importir yang mencampur tembakau dengan cengkeh, yang juga mengakibatkan anjloknya harga cengkeh dipasaran. Sehingga merugikan jutaan petani cengkeh yang saat ini sudah memulai panen cengkeh," ungkapnya.
Permasalahan yang dialami petani cengkeh ini menjadi tugas penting yang harus segera diselesaikan Menteri Perdangangan yang baru, agar bisa menyelamatkan jutaan petani cengkeh yang berada diambang keputusasaan.
"Bisa dicurigai ada impor ilegal cengkeh sehingga pasar cengek nasional hancur, bisa juga terjadi monopoli pasar oleh perusaan tertentu, karena Sampoerna yang masuk di Sulawesi Utara dan Selatan. Bisa juga pemerintah tidak beres mengatur pasar sehingga harga dikendalikan para mafia cengkeh, utamanya perusahaan-perusahaan rokok," ucap Sufian.
Sementara itu, Direktur Eksekutif KTI Watch, Razikin Juraid menegaskan terkait hal ini.
"Pemerintah harus menunjukkan keberanian dalam melawan mafia dalam sektor perdagangan hasil pertanian. Jika tidak maka petani selalu menjadi pihak yang dirugikan," tegas Mahasiswa Pasca Sarjana UI ini. (MO3)
Post a Comment