Camp dan Kendaraan proyek PT Rihendy Trijaya di puncak gunung Garini Desa Buyat Kabupaten Boltim, Selasa (22/9) |
SUARA PEMBAHARU
– Aktivitas pertambangan ilegal PT Rihendy Trijaya tak surut melawan
gertakan pemerintah kabupaten Bolmong Timur (Boltim). Bahkan sampai Selasa,
(22/9) perusahaan Tambang ini masih terus beroperasi di kawasan hutan
lindung Garini Desa Buyat Kabupaten Boltim.
Diketahui, pemerintah kabupaten Boltim lewat Sekretaris
Daerah sebelumnya telah menyurat kepada para Camat dan Sangadi (Kepala Desa, red) untuk mencegah perusakan hutan
dengan nomor surat 522/setda-kab/604/V/2015 tanggal 27 Mei 2015. Hal ini juga
ditegaskan Pemkab Boltim Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral lewat surat
pemberian sanksi kepada PT rihendy Trijaya dengan nomor surat
D.11/EDSM/166/VII/2015 per tanggal 31 menyatakan PT Rihendi Trijaya telah masuk
wilayah hutan produksi terbatas dan meminta Dinas ASDM Sulut untuk turun
lapangan dan memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut. Dinas ESDM Boltim
juga telah menegur PT Rihendy Trijaya lewat surat.
Tapi semua surat, teguran dan sanksi yang dilakukan pemkab
Boltim tidak berfungsi apa-apa bagi PT Rihendy, karena Selasa, (22/9) Pemerintah
desa Buyat barat bersama masyarakat buyat juga jurnalis turun dilokasi operasi tabang
PT Rihendy dan menemukan masih beroperasinya perusahaan ini dilokasi tersebut.
Sangadi Buyat Barat, Mutiara Potabuga saat dikonfirmasi
menuturkan, PT Rihendy telah dilarang untuk beroperasi diwilayah ini karena
tidak mengantongi izin dari Pemkab Boltim juga izin pinjam pakai dari dinas
Kehutanan. Tapi setelah turun bersama masyarakat, kami masih melihat operasi
tambang ini.
“Kami saat mau masuk ke wilayah tambang, sempat
dihalang-halangi orang aparat kepolisian yang ditugaskan menjaga lokasi
tersebut, padahal lokasi operasi PT Rihendy ini berada di pemerintahan Buyat
Barat. Saya selaku pemerintah di wilayah ini, meminta seluruh masyarakat dan
dinas terkait untuk tegas dengan pertambangan ilegal PT Rihendy,” geram
Mutiara.
Warga Buyat Aladin Ani dan Urip Modeong yang ikut turun
meninjau lapangan menyampaikan, kami sebagai warga tidak pernah alergi dengan
perusahaan apapun karena disatu sisi dapat menambah kesehjateraan warga disini,
tapi wajib memiliki izin.
“Kami tidak larang ada perusahaan tambang, tapi jika tidak
memiliki izin pasti tidak membawa manfaat bagi warga buyat. Persoalan AMDAL dan
kerusakan hutan yang saat ini dilakukan, pasti akan merugikan warga, karena
kami pernah mengalami banjir besar di tahun 1991 akibat ulah penebangan hutan
secara liar,” tuturnya. (IRN)
Post a Comment